CERPEN : GUGURNYA SEHELAI DAUN

CERPEN : GUGURNYA SEHELAI DAUN

GUGURNYA SEHELAI DAUN

Karya : Anjar Ryan Harimurti

            Sore hari beringsut mulai menepi. Awan pekat di atap langit terlihat berkelindan. Serupa bayang siluet dalam panggung putih langit. Cuaca terasa ritmis. Kian mencekam, kala rintik hujan bersama hembus angin membasuh kering tanah. Menebarkan debu-debu di atas daun pepohonan. Sungguh, bau khas tanah basah mulai menusuk hidung. Aroma daun kamboja  di pinggiran makam Kucur, ikut menebar cengang. Bagai terror tanpa bentuk. Begitulah yang tergambar di batinku suasana sore di tanah lapang dekat makam. Persis situasi kota mati. Bak kota tak berpenghuni yang menyisahkan misteri.

Di tanah lapang itu kami bermain bola. Suara teriakan di antara kami untuk berbagi bola menjadi musik pengiring yang terdengar lengking dan tajam. Mungkin juga suara lengkingan itu bisa terdengar sampai Pantai Teleng Ria yang hanya berjarak kurang lebih 200 meter. Ya, mirip suara pengeras toa di surau kampung kami, kala mendengungkan berita kematian salah seorang warga. Belum lagi timpalan derap kaki yang melesat cepat kala berebut bola. Menjadikan suasana semakin miris.

Waktu sudah mendekati adzan magrib. Tanpa ragu, kala bola lekat di kakiku satu-satunya yang ada di benakku adalah menggiring bola, lalu menendangnya ke gawang Farid. Bagai macan kelaparan, sambil berteriak keras kutendang bola sekencang mungkin. Tiba-tiba dari pinggir lapangan, terdengar suara adikku menjerit hebat, ”Aaawaaas… pohon kamboja Mas!” Jerit lengking yang mencekam itu, benar-benar menghentikan seluruh ambisi dan gerak tubuh kami. Ya, bagai jerit orang kesakitan tingkat tinggi di ruang sunyi. Sungguh menakutkan.

Kami diam terpaku. Kaki kami terasa berat untuk melangkah. Ya, kami bagai berdiri di atas tanah pasir berhisap. Kami, hanya bias menatap arah bola. Raut muka cemas tiba-tiba mendatangi kami. Bola, membentur bagian atas pohon kamboja. Tepat seperti kekhawatiran adikku. Jantungku terasa dihujam godam.Terasa remuk dan hancur berkeping-keping, kala aku melihat beberapa ranting pohon bergetar. Dedaunan tampak berkibar kala angin berhembus kencang. Datang begitu tiba-tiba. Layaknya tamu tak diundang yang menakutkan. Seperti yang sudah diyakini di kawasan Kucur ini, sehelai daun kamboja terusik, berarti satu nyawa warga Kucur akan kabur!

Arif langsung  sigap. Dari tengah lapangan, ia langsung memberikan isyarat dengan tepukan tangannya. Sorot mata dan bahasa tubuhnya, memaksa kami untuk berkumpul menjadi satu. Langkah kaki terasa gontai. Seperti melayang. Angan seperti berlari mendekati peristiwa yang menakutkan. Peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya. Kisah dari orang-orang yang menjadi tumbal atas gugurnya sehelai demi sehelai daun pohon kamboja yang terusik.

Kami semua berkumpul di pinggir lapangan Kucur. Tanah lapang yang tidak begitu luas. Tapi cukup untuk bermain bola. Di tanah ini, seluruh warga meyakini jika tanah kucur dan kamboja tua yang tumbuh di tengah-tengah makam, merupakan ancaman yang menakutkan.

Kisah itulah yang kini menghantui kami. Wajah kami terpampang ngeri. Sorot mata kami saling melirik. Mulut kami seolah terbungkam. Kami tidak tahu harus berbuat apa. Dewi adikku, seperti melihat gambar kematian padaku. Ia berlari menghampiriku.Tangannya terus mendekap tubuhku. Aku pun hanya bisa menunggu keseruan yang akan  terjadi.

“Kita harus segera pulang, masih ada waktu untuk pukul kentongan. Jangan sampai kedahuluan mahgrib!” Seru Arif, sambil menatap tajam padaku. Seolah matanya mengisyaratkan tentang ancaman tumbal kamboja Kucur. Ya, Arif memang yang bisa dituakan di antara kami. Hobinya bermain bola membuat dia tak peduli harus berteman dengan siapa saja. Hebatnya, bila ada persoalan seperti ini, hanya dia yang mampu mengawali sikap. Jika ditimbang, usia Arif setara dengan Mas Ganang. Kakakku yang sudah meninggal dunia 5 tahun yang lalu. Konon karena jadi tumbal kamboja kucur. Dan kini aku seperti dihadapkan untuk menunggu giliran itu. Mungkin juga teman-temanku.

“ Lalu bolanya?!” Tanya Farid pada Arif dengan nada protes.

“Terserah kamu, pilih bola atau jadi tumbal kamboja.” Tegas Arif. Berikutnya, dia mengingatkan kami tentang keganasan pohon kamboja jika sudah terusik batang dan daunya. Bahkan tanpa basa-basi ia cuplik desas-desus sebab dari kematian Ganang.

“Kau mau jadi tumbal berikutnya!” ulang Arif pada Farid. Kali ini dengan suara membisik yang menakutkan.Tepat di dekat wajah Farid yang tampak gamang. Kami semua diam. Terpaku dengan nada horor yang diucapkan Arif. Dewi Tampak gelisah. Kedua tangannya ia pakai untuk menutupi telinganya. Entah, ketakutan seperti apa yang ada dibenaknya. Matanya terpejam. Sekejap air matanya meleleh. Persis air mata duka. Dari isak tangisnya, sepertinya ia tak mau lagi berdukakarena aksi kamboja.

“Semua ini kan gara-gara Wawan?” tuduh Farid.

“Sudahlah! Lupakan bola. Ingat tumbal kamboja. Sebentar lagi  maghrib. Kita harus segera beritahukan warga dan tetua desa untuk pukul kentongan. Upacara sesaji harus digelar di Kucur ini.” Pungkas Arif, yang mulai tidak peduli lagi pada protes farid.

Seperti anak ayam tak ingin kehilangan induknya. Kami pun akhirnya mengekor pada keputusan Arif. Aku melihat kekecewaan Farid yang terpendam. Pandangannya sinis padaku. Angin sore Kucur pun terasa mulai beraksi. Bulu kudukku berdiri. Tubuhku seperti hutan kabut. Menggigil dingin.

Aku memaksa untuk terus melangkah. Belum jauh, dari arah belakang terdengar suara berat dan parau memanggil kami. “Pulanglah kalian semua. Jangan ribut kalau tidak ingin ada nyawa yang tercabut!” Kata lelaki tua sambil melemparkan bola pada Farid.

“Mbah Suro?!” ucap batin kami. Serentak pula tanpa kecuali, termasuk Arif yang paling dianggap pemberani, harus menundukkan kepala. Tak ada yang berani bertatap pandang dengan juru kunci makam Kucur itu. Hanya Dewi yang sempat menatap. Dari sorot matanya, ia seperti menyimpan benci. Dengan cekatan kututupkan telapak tanganku ke mukanya.Wajah kami seperti berubah warna. Pucat pasi. Bahkan tubuhku kian terasa berat kala tangan Mbah Suro memegang pundakku. Kakiku  terasa ambles ke dalam tanah. Bergetar berat tanpa mampu terkontrol. Bahkan kala Mbah Suro balik langkah dan hampir menjauh, tubuhku masih belum mampu kembali stabil. Begitu juga Farid, terlihat lebih parah. Tubuhnya lunglai di tanah. Arif  yang paling cepat tersadar. Ia langsung berlari dan menjalankan onthelnya dengan kencang. Kami pun segera mengikuti jejaknya.

“Mas ayo Mas! Lebih cepat lagi Mas! Dewi takut.” Rajuk Dewi terus menerus.

“Sabar Dik! Jangan bikin Mas tambah gugup!” jawabku dengan nada tinggi. Ia mulai diam. Tetapi tidak berapa lama terdengar lirih suara tangisnya. Seumur-umur baru kali ini aku berbicara tinggi pada adikku. Aku jadi menyesal. Merasa iba dan kasihan pada adikku. Aku jadi ingat, kala ibu bercerita kondisi Dewi yang berhari-hari tidak sadar, saat mendengar Mas Ganang meninggal dunia sebab menjadi tumbal pohon kamboja. Menurut cerita ibu, Dewi yang paling merasa kehilangan dengan kematian Mas Ganang.

*****

Sesampai di rumah, ibu terlihat sendiri di beranda. Lalu menghampiri aku dan Dewi di garasi. Wajahnya kusam. Pandangannya layu. Tubuhnya terlihat lemas. Seperti sedang mengalami duka hebat. Suara hewan-hewan menjelang gelap dari kebun di belakang rumah kian menambah rasa sepi di wajah ibu. Aku tak melihat bapak di sandingnya.

“Wan, segera bersihkan tubuhmu. Dan segera sholat mahgrib.Tadi bapakmu dan beberapa warga ke mushola. Karena Pak Kasun membunyikan kentongan khas bencana Kucur.” Aku hanya bia mengangguk. Pikiranku jadi campur aduk.

Seketika itu, ibu langsung menggandeng Dewi ke dalam rumah dan memeluknya. Di kursi ruang tamu Dewi menumpahkan air matanya di pangkuan ibu. Adegan tangis menambah suasana cemas. Tangis itu menyatu pada malam yang senyap. Dengan tersedu-sedu Dewi mengatakan pada ibu, kalau ia tak ingin lagi ada yang jadi tumbal di keluarga ini. Ibu terus berusaha menenagkan tangis Dewi, mesti dengan suara yang terbata-bata. Aku benar-benar tak tahan melihat adegan haru itu.

Di kamar mandi pikiranku melayang. Membayang pada kisah lima tahun yang lalu. Tubuhku mulai menggigil.  Di kamar aku mulai tidak bisa menyembunyikan rasa takutku. Kematian seolah sudah teralamat pada nasib hidupku. Keringat dingin mulai mengalir. Sesegera kugelar sajadah untuk sholat maghrib. Ah, pikiranku kian kalut. Pada rakaat akhir, terdengar suara bapak di ruang tamu. Konsentrasiku terpecah.

Benar dugaanku. Di ruang tamu sudah dipenuhi para tetua desa, serta orang-orang yang dianggap tahu peristiwa sore hari tadi di makam Kucur. Mbah Suro, Mbah Kasun Dul Madjid, Arif dan bapaknya. Sedang di luar rumah dipenuhi dengan pemandangan kalut dari raut muka para warga dan orang tua teman-teman yang bermain bola. Asap rokok terlihat membumbung di udara. Malam ini rumahku seperti wajah mendung yang pucat.

Mereka berembug soal pohon kamboja yang terusik oleh bola. Beberapa detik kemudian, Mbah Dul memulai pembicaraan. Menyampaikan pesan Mbah Suro agar malam Jumat Kliwon seluruh warga Desa Kucur untuk mengirim sesaji ke pohon kamboja. Miris aku mendengarnya. Pesan berikutnya, warga diminta untuk menyiapkan uang koin sebanyak ukuran tampah nasi tumpeng. Dan diletakkan di bawah pohon kamboja pada malam hari. Tepatnya satu hari sebelum acara sesaji malam Jumat Kliwon. Berarti tinggal beberapa hari lagi.

*****

Setelah peristiwa kamboja di makam Kucur itu, tidak ada lagi anak-anak yang bermain bola. Setiap kali matahari sore mau menepi, kata Dewi jarang sekali orang yang berlalu lalang di lokasi makam. Layaknya desa yang terancam kutukan. Aku pun seperti manusia kamar. Selalu menyendiri. Aku benar-benar seperti orang yang tingggal menghitung hari untuk mati. Jika sudah begitu, sesekali adik dan ibu menyempatkan untuk mengetuk pintu kamarku. Mereka berusaha untuk terus menenangkanku.

“Kemarin ibu dan bapak coba anjang ke Haji Rosyid. Ya, setidaknya Wan, Haji Rosyid mampu sedikit mengurangi kegelisahan ibu dan bapak.” Jelas ibu mengawali pembicaraan padaku di kamar.

“Apa solusi dari Haji Rosyid Bu?”

“Memang tak ada solusi pasti dari beliau. Tetapi setidaknya, wejangan Pak Haji bisa sedikit mengurangi rasa kegelisahan kita.” Kata ibu dengan nada ringan, datar, nyaris tanpa emosi. Ibu seperti mendapat amunisi baru. Perubahan sikap ibu itu seperti menggugah protes yang terpendam di hatiku atas vonis Mbah Suro. Tapi tidak dalam waktu lama. Seperti nyala api tungku yang tertiup angin. Menjadikan ruang jiwaku sunyi dan gelap kembali. Itu setelah mengingat keyakinan warga Desa Kucur atas kekuatan terawang Mbah Suro.

“Bagaimana dengan terawangan Mbah Suro? Upacara sesaji tinggal  hari ini dan besok Bu!” Ibu langsung memelukku. Air mataku tumpah di bahunya. Di telinga ibu kubisikkan kata dengan terbata-bata. Kalau Sebenarnya aku sangat jenuh beberapa hari meringkuk di kamar. Aku ingin melawan kutukan itu. Aku ingin tidak percaya terawangan Mbah Suro.

“Kenapa harus aku Bu? Dan kenapa harus dari keluarga kita Bu?”

“Gusti Allah itu Moho Kerso. Jatuhnya sehelai daun itu atas ijin Gusti Allah. Matinya seseorang itu karena kuasa Gusti Allah, bukan kuasa seorang juru kunci atau kuasanya sebatang pohon kamboja. Jadi bukan karena tumbal, bukan pula karena kutukan. Allah berfirman dalam surat Al Imran ayat 185, kullun nafsi dzaaiqatul maut. Setiap yang bernyawa itu pasti akan mati. Wejangan Haji Rosyid itulah yang membuat hati bapak dan ibu tergugah. Lalu Haji Rosyid mengingatkan kita agar kirim doa ke makam kakakmu besok pagi.” Aku terkesima mendengar pesan itu. Ibu memelukku kian erat. Layaknya kasih ibu yang tak ingin kehilangan buah hatinya.

Di pelukan ibu tiba-tiba aku teringat sosok Mas Ganang terlintas di lamunku. Lengkap dengan kematian tragisnya sebagai tumbal, turut serta melengkapi bayang-bayang ketakutanku. Kini aku seperti berdiri di batas ambang. Berpijak pada pesan Haji Rosyid dan kekuatan terawang Mbah Suro yang sudah merasuk pada keyakinan warga. Perang keyakinan mulai berkecamuk dalam batinku. Sungguh aku benar-benar di atas batas yang bimbang. Hatiku terus dirundung pilu, menghadapi dua keyakinan yang berbeda itu.

Aku berteriak histeris seperti orang kerasukan. Kembali ibu memelukku erat. Bapak yang sedari tadi hanya diam tanpa ekspresi, kini mulai bereaksi. Ia mengangkat tubuhku. Mulutnya lekat di telingaku. Membisikkan lantunan istighfar berulang-ulang.

Astagfirullaah hal’aziim… Lhaa illa hailallah.. Allaahu’akbar.” Bisik bapak berulang. Beberapa lama kemudian aku bisa kembali tenang. Suasana jadi hening. Hanya terdengar suara isakku pada malam yang penuh kelam.

*****

Esoknya, kuning langsat cahaya matahari mulai menebar cahaya. Pecahan-pecahan sinarnya menembus di setiap jendela dan celah rumahku. Seperti cahaya baru dalam ruang gerak kami sekeluarga. Di ruang tamu ibu telah menyiapkan lengkap ubo rampe1 untuk nyekar ke makam Mas Ganang. Kembang kantil, mawar hingga bunga tujuh rupa, sudah tertata rapi di nampan. Aku menjadi terheran ketika di samping nampan bunga, tak kudapati tumpeng sesaji. Bukankah hari ini warga harus menyiapkan sesaji di bawah pohon kamboja. Tanda tanya terus menyelimuti rasa penasaranku. Di ambang pintu keluar, ibu seolah tahu rasa penasaran di pikiranku. “Kita utamakan kirim doa dan nyekar ke makam kakakmu.” Terang ibu sambil mengunci pintu rumah.

Sampai di depan gerbang makam aku masuk lebih dulu. Di area lingkungan makam, aku ingin kembali memandangi kamboja tua yang tumbuh kekar itu. Daunnya merimbun tertiup angin. Di bawah pohon, tampak banyak orang sibuk meletakkan sesaji seperti yang dipesan Mbah Suro. Tubuhku sempat bergejolak melihat situasi itu. Cepat-cepat kualihkan pandanganku untuk memastikan letak makam Mas Ganang. Aku lebih dulu. Kutinggalkan bapak, ibu dan Dewi yang masih nerada di depan luar makan. Mataku terus mencari batu nisaan bertuliskan Ganang Pratama.

Seingatku makam itu tepat di bawah kamboja tua. Kembali aku terkejut. Terlihat ada seorang pelayat jongkok di samping makam Mas Ganang. Tampak asing di mataku. Perlahan aku mendekat. Di balik rerimbun daun-daun pepohonan aku berusaha menyembunyikan diri. Ingin memastikan apa yang sedang dilakukan orang itu. Aku mendengar ia menangis, sambil menyebut nama Mas Ganang berulang-ulang.

“Nang, ampuni dan maafkanlah aku. Ini memang dosaku. Aku semakin tidak kuat menahan rasa bersalah ini. Kabar burung itu Nang… kabar burung itu kian menyiksaku. Kenapa harus dikabarkan sebagai tumbal kamboja. Aku harus mengakhiri kabar ini Nang. Mbah Suro… Mbah Suro…” Sejenak ia menghentikan kalimatnya. Suara isaknya benar-benar menyayat hatiku. Penasaranku kian membias. Belum sampai tuntas. Tiba-tiba dengan nada emosi orang itu mengepalkan tangannya di atas nisan kakakku. “Aku akan membuka tabir ini Nang. Dan semoga itu bisa membuatmu tenang di alam sana!”

Aku mulai menghitung momen yang tepat. Aku keluar dari persembunyianku. Tak kuduga, ternyata bapak, ibu dan Dewi sudah berada di belakang orang itu. Bapak langsung memeluk anak itu. Bapak dan ibu seperti terlihat akrab. Saat itu juga anak itu berssimpuh di kaki kedua orang tuaku. Menceritakan tabir dan tumbal misteri itu.

“Bapak, Ibu maafkan saya. Kematian Ganang bukan karena tumbal kamboja. Tetapi, kambuh jantungnya…” Tangis deru yang menggetarkan tubuhnya itu telah menghentikan rangkaian kalimat faktanya. Dengan sabar bapak terus menenangkannya sambil mendesak agar anak itu kembali bercerita soal kematian Mas Ganang yang sebenarnya.

“Sore itu kami asyik bermain bola, menjelang maghrib permainan belum berhenti. Tiba-tiba Ganang terjatuh, tersungkur di tanah. Ia mengerang hebat sambil memegangi jantungnya.” Ungkap pemuda itu.

“Lalu kenapa waktu itu tidak kau katakan yang sebenarnya? Mengapa kamu malah mengatakan kalau dia kesurupan?” desak Bapak dengan nada sesal.

“Maafkan saya Pak.. maafkan saya. Sebab waktu itu kami bingung dan Mbah Suro bilang kalau Ganang mengalami kesurupan. Padahal waktu itu dia sempat membisikkan kalau jantungnya terasa nyeri. Entah kenapa tiba-tiba kami percaya begitu saaja dengan keterangan Mbah Suro.”

“Ya sudahlah. Sekarang semua sudah jelas. Itu juga kesalahan kami. Andai kami tahu, jika almarhum waktu itu keluar sore mau bermain bola, pasti kami akan mencegahnya. Tapi bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur.” Sesal bapak sembari menenangkan anak itu yang mulai ketakutan.

Mas Ganang meninggal dunia sebab jantungnya kambuh kala bermain bola sore hari di lapangan ini. Bukan karena gugurnya sehelai daun seperti yang dikabarkan Mbah Suro. Jantungku terasa berdetak kencang. Amarahku terasa memuncak. Bak disambar artusan kilat. Mbah Suro?! Tega sekali dia! Membuang lima tahun keluarga kami penuh dengan luka dengan derita.

Kami pun segera memutuskan untuk pulang. Saat melewati pohon kamboja, aku melihat Mbah Suro bersama para warga membawa sesaji lengkap. Kuberanikan diri menunjukkan fakta sebenarnya. Kucabuti daun-daun kamboja itu. Kulemparkan daunnya ke langit, membiarkan daunnya berhamburan. Kutatap pandangan Mbah Suro. Kurasakan badannya mematung.

Lalu dengan kencang kuucapkan pada daun kamboja, “Gusti Alloh itu Moho Kerso! Gusti Alloh itu Moho Kerso!”

Daun pun melayang bersama hembusan angin tanpa menyimpan misteri kamboja.

 

Catatan

Ubo rampe : Peralatan-peralatan yang diguankan untuk ritual sesaji


Lomba Menulis Cerita (LMC) bagi siswa SD/ MI dan SMP/ MTs

Tahun 2014

  1. Identitas Siswa
1. Nama : Anjar Ryan Harimurti
2. Tempat dan tanggal lahir : Pacitan, 04 Agustus 1999
3. Agama : Islam
4. Sekolah/ Kelas : SMP Negeri 1 Pacitan/ IX
5. Hobby : Membaca, menggambar
6. Finalis : LMC-SMP/MTs
7. Judul naskah : Gugurnya Sehelai Daun
8. No.Telp/ Hp : 087758127891
9. Lomba yang pernah diikuti : a.    Lomba FLS2N cipta cerpen tk. Kabupaten tahun 2014

b.    Lomba FLS2N cipta cerpen tk. Provinsi tahun 2014

c.    Lomba Siswa Berprestasi tk. Kabupaten tahun 2014

d.     Siswa Berprestasi tk. Bakorwil tahun 2014

e.    Lomba LMCR Rohto tahun 2013

f.     Lomba Karya Ilmiah Duta Sanitasi Jawa Timur tk. Kabupaten tahun 2013

g.    Lomba Karya Ilmiah Duta Sanitasi Jawa Timur tk. Provinsi Jawa Timur tahun 2013

1o. Prestasi yang pernah diraih : a.    Juara 1 lomba FLS2N cipta cerpen tk. Kabupaten tahun 2014

b.    Juara 3 lomba FLS2N cipta cerpen tk. Provinsi tahun 2014

c.    Juara 1 lomba Siswa Berprestasi tk. Kabupaten tahun 2014

d.    Finalis Siswa Berprestasi tk. Bakorwil Tahun 2014

e.    25 besar karya favorit lomba LMCR Rohto tahun 2013

f.     Juara 1 lomba Karya Ilmiah Duta Sanitasi Jawa Timur tk. Kabupaten tahun 2013

g.     Juara 3 lomba Karya Ilmiah Duta Sanitasi Jawa Timur tk. ]Provinsi Jawa Timur tahun 2013

 

  1. Orang Tua
1. Nama Ayah : Hari Purnomo
2. Pekerjaan Ayah : Arsitek
3. Pendidikan Ayah : Sarjana
4. Nama Ibu : Yeni Anjarwati
5. Pekerjaan Ibu : Guru
6. Pendiidkan Ibu : Sarjana

 

  1. Keluarga
1. Jumlah saudara kandung :
2. Anak ke berapa : Anak ke-1
3. Apakah ada perpustakaan di rumah :

 

Ada
4. Berapa jumlah buku bacaan di rumah :

 

 

200 buku
  1. Lingkungan

Aku dan Kehidupanku

Namaku Anjar Ryan Harimurti. Aku lahir di kota tercintaku Pacitan, 04 Agustus 1999. Aku bersekolah di SMP Negeri 1 Pacitan kelas IX A. Aku tinggal di sebuah lingkungan asri dan nyaman, yaitu di Jl. Candi Roro Jonggrang RT 01/ 06 Lingkungan Plelen, Kelurahan Sidoharjo, Kec/ Kab Pacitan. Tetangga saya sangatlah ramah dan baik. Kami bertetangga dengan rukun. Kami hidup berdampingan dengan rasa aman dan tentram. Kami saling membantu dan saling gotong royong. Keluarga saya juga ikut aktif dalam organisasi kemasyarakatan, yaitu kegiatan PKK. Sedangkan saya tetap aktif mengikuti kegiatan karang taruna yang ada di lingkungan.

Aku adalah anak tunggal. Sebagai anak tuggal sering teman-teman ibu bahkan temanku sendiri yang menggoda bahwa aku ini anak kesepian dan terkesan “manja”. Memang aku akui bahwa aku sedikit manja, hanya saja aku yang manja, tidak dengan orang tuaku yang memanjakanku. Aku pun jarang keluar rumah. Waktu bermainku kugunakan untuk tidur, kadang membaca buku, menonton film atau bermain internet. Kami memiliki perpustakaan kecil di rumah. Mulai dari novel, majalah, komik, cerita mahabarata, cerita rakyat daerah, dan lain-lain. Di rumah aku juga banyak mengoleksi film. Sering aku dan ayah duduk di sofa, menyaksikan film baru atau film favorit keluarga kami, Shrek. Kalau ibu? Ah kadang ibu sambil mengoreksi pekerjaan muridnya atau memperingatkan kami untuk mengecilkan volume yang sengaja kami keraskan.

Ayahku Inspirasiku, Ibuku Pahlawanku

Ayahku, Hari Purnomo adalah seorang arsitek dan desainer interior. Ibuku, Yeni Anjarwati berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 3 Pacitan. Memiliki orang tua mereka berdua adalah hal yang sangatlah luar biasa! Seperti yang kukatakan, ayahku adalah inspirasiku. Sejak kecil aku selalu mengidolakannya. Seperti hobiku menggambar dan mengikuti berbagai perlombaan menggambar. Ayahku juga pernah membuat cerpen dan membuat komik. Itulah mengapa aku tertarik di dunia sastra dan seni. Kalau ibu, tentu ia juga pahlawanku. Dengan sabar dan telaten selalu ia berikan segala nasihat padaku. Setiap aku merasa malas belajar selalu bilang bahwa belajar itu bukanlah hal yang sulit. Setiap aku merasa malu akan sesuatu ia selalu bilang, “kenapa malu? Kan kamu  tidak mencuri”. Ayah dan ibu berbeda. Ayah cenderung diam, kalem, namun humoris. Ibuku sangatlah tegas, disipilin, sabar, dan ramah. Selamanya, mereka akan selalu menginspirasi perjalanan hidupku.

Sekolahku dan “REGAS 12”!

Aku bersekolah di SMP Negeri 1 Pacitan. Berada di pusat kota, yaitu di Jl. Ahmad Yani no 41 Pacitan. Tepatnya berhadapan dengan pendopo kabupaten dan alun-alun kota. Lingkungan sekolahku kadang menjadi ramai jika sedang ada kegiatan besar, seperti ulang tahun kabupaten, peringatan HUT RI, dan sebagainya. Tetapi sekolah membuat kegiatan belajar mengajar sekondusif mungkin. Sebagai sekolah Adiwiyata lingkungan sekolahku sangat sejuk dan rindang. Banyak pepohonan dan tanaman hias yang menghiasi sekolah. Membuat kegiatan belajar dan mengajar menjadi asyik dan menyenangkan. Ada pula green house dan taman kecil yang selalu menyegarkan mata kami. Kami merasa bangga memiliki kepala sekolah guru-guru yang sabar dan hebat. Mereka sangatlah baik, rajin dan penuh pengertian. Aku sadar, tanpa bimbingan dan doa dari mereka tentu aku tidak akan mengecap bagaimana rasa keberhasilan. Dan tidak kalah juga, teman-temanku yang heboh dan menawan.

Sebagai anak tunggal aku tidak mempunyai teman bermain di rumah. Sedangkan di lingkungan tidak ada anak yang sebaya dengan usiaku. Teman bermainku adalah teman-teman di sekolah yang hampir setiap hari bertemu. Dan inilah teman-teman sekelas saya yang keren dan kreatif, “REGAS 12”! Kami belajar, bermain dan berjuang bersama untuk meraih cita-cita kami. Selain bertemu di sekolah kadang kami berjalan-jalan sekedar untuk bersepeda atau makan bersama. Di sekolah aku juga mengikuti kegiatan OSIS yang padat untuk mengisi waktu luang. Namun aku juga mengikuti kegiatan karang taruna di lingkungan yang aktif sampai sekarang.

Teater Aji dan Pelangi Sastra

Ekstra di sekolah yang kupilih merupakan ekstra yang benar-benar berhasil mengekspresikan suasana hatiku. Yang pertama adalah Teater Aji. Aku tertarik dengan seni teater yang menurutku sangatlah membebaskan eskpresiku. Aku juga mulai tertarik untuk menjadi sutradara dan penulis nanti. Setiap hari Rabu kami rutin melakukan latihan dasar untuk melatih kemampuan di bidang seni teater.

Nah selanjutnya adalah ekstra yang menghantarkanku mencapai kesuksesanku ini, Pelangi Sastra! Kami anak-anak sastra memiliki pelatih dan pembina yang sangatlah hebat, Pak Endro Wahyudi S,Pd. Selain jasa beliau, tidak lupa juga dengan pembina kami yang tak kalah hebatnya. Ada Ibu Sri Utami M.Pd. Setiap hari Kamis kami tidak hanya berkumpul dan melepas lelah, tapi kami juga berlatih dan belajar mengenai dunia sastra. Mulai dari cipta dan baca puisi, cipta cerpen, kajian sastra dan sebagainya. Awalnya sulit mengajak teman-teman untuk mengenal dunia sastra. Tapi alhamdulillah, peminat sastra setiap tahunnya bertambah. Oleh Pak Endro tidak hanya diberikan materi dan cara menulis cerpen dan puisi dengan benar, tapi kami juga berlatih menulis cerpen dan puisi sampai mengkaji karya kami bersama. Dari semua kegiatan di sastra itu, menulis cerpen merupakan kegiatan yang paling aku senangi. Dengan menulis cerpen aku merasa lebih bebas mengekspresikan diriku lewat tulisan cerpen.

Pengalaman Menulis dan Buku yang Telah Dibaca

Pengalaman menulisku diawali dengan hobi saya membaca sejak kecil. Di rumah kami memiliki buku bacaan lebih dari 200 buku. Mulai dari majalah, komik, surat kabar, Novel, Cerpen, Cerita Mahabarata, Cerita pewayangan, dan yang lainnya. Buku yang pernah kubaca dari tahun 2013-2014 sekitar 15 buku. Aku mulai berminat untuk menulis ketika guru SD aku sering memberikan tugas menulis pengalaman pribadi dengan tema yang sama, yaitu kegiatan di waktu liburan. Aku selalu bersemangat menulis cerita itu. Hingga saya menemukan taktik jitu, yaitu menulis cerita sebaik mungkin sebelum guru memberikan tugas tersebut. Ketertarikanku terhadap sastra meningkat setelah mengikuti ekstra sastra di sekolah, yaitu Pelangi Sastra. Mulai dari itu aku mulai menulis cerpen. Setiap hari Kamis kami berlatih menulis cerpen dan puisi lalu membaca hasil karya kita sendiri. Selain itu kami juga mengkaji karya-karya kami sendiri dan sastrawan lainnya. Karya yang aku buat terinspirasi oleh keadaan di lingkunganku, seperti cerpenku Gugurnya Sehelai Daun ini. Selebihnya adalah imajinasi saya. Cerpen saya belum dimuat di surat kabar/ majalah, tetapi dulu sewaktu kecil aku pernah mengirimkan geguritan (puisis bahasa jawa) terhadap redaksi Jaya Baya. Sehingga karyaku ditampilkan dengan ilustrasi yang kubuat sendiri.

Mengapa Aku menulis “Gugurnya Sehelai Daun”?

Penulisan cerpen “Gugurnya Sehelai Daun” berawal dari sebuah peristiwa mengagumkan yang aku alami. Yaitu pohon kamboja mungilku yang telah berbunga untuk pertama kalinya. Rona putih kekuningan itu menciptakan sebuah ide liar di otakku untuk menciptakan cerpen ini. Bunga kamboja adalah bunga yang unik. Di balik rona cantik dan wangi khasnya, tersimpan berbagai misteri yang telah merasuk dalam kehidupan masyarakat. Banyak orang-orang menganggap bahwa benda-benda di sekitarnya memiliki suatu kekuatan magis, tak terkecuali kamboja. Untuk itu aku mencoba mematahkan berbagai misteri yang tertanam di masyarakat dengan logika yang dibangun dalam cerpen ini. Kekuatan terbesar adalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan kita yang tinggal di suatu lingkungan dengan berbagai keyakinan, suku, dan budaya yang berbeda adalah sikap saling menghargai dan menghormati budaya tersebut. Tentu dengan berpegang teguh pada keyakinan kita. Sehingga tercipta lingkungan yang aman, tentram dan saling menghargai antar sesama.

PUISI : SANG PENARI (AULIA)

PUISI : SANG PENARI (AULIA)

SANG PENARI

Alunan musik itu telah menjelma

Pada sosok gemulai di sorotan

Siratan wajah dan paras indahnya

Tak akan bisa terhapuskan

 

Lentik jari jemarinya

Selaras dengan alunan musik yang ada

Kibasan selendang biru miliknya

Melambangkan kenyamanan hatinya

 

Dia…

Seorang penari gambyong

Yang tidak pernah sombong

Meski namanya sangat tersohor

LEBIH DARI SEKEDAR SOSIALISASI, DPRD PACITAN BERGERAK UNTUK GENERASI MUDA PACITAN

LEBIH DARI SEKEDAR SOSIALISASI, DPRD PACITAN BERGERAK UNTUK GENERASI MUDA PACITAN

Gambar : Siswa mengikuti kegiatan simulasi Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kab. Pacitan

Spensapa (6/11/2023). Selasa (24/10) pagi pukul 08.00 WIB sekitar 127 siswa berkumpul di halaman SMP Negeri 1 Pacitan bersiap berangkat ke gedung DPRD Kabupaten Pacitan. Kegiatan ini tak lain guna memenuhi undangan kegiatan Sosialisasi DPRD Untuk Generasi Muda. Selain sosialisasi di DPRD yang beralamat di jalan Jend. A. Yani No.22 Pacitan, siswa Spensapa juga di berikan studi tour ke  ruangan- ruangan yang digunakan oleh anggota dewan DPRD dan ada 12 siswa diberikan kesempatan untuk memperagakan proses rapat paripurna. “Iya kita sangat seneng pak, bisa nyoba jadi anggota DPRD walau hanya simulasi tapi paling tidak kita sudah nyoba kursi dewan. Dimana di kursi ini, semua anggota dewan rapat menentukan kebijakan dan memutuskan semua hal untuk kebaikan masyarakat banyak khususnya di Kabupaten Pacitan”. kata bagus siswa dari kelas IXA.

Sebelum memasuki ruang sidang, 12 anak yang dipilih sebagai peraga dibawa ke ruang transit untuk diberi arahan terkait tugas, peran dan susunan kegiatan dalam rapat Paripurna yang akan dilaksanakan. Briefing tugas ini disusun oleh Bapak Yanto dan sebagian staff pada gedung DPRD tersebut.  12 anak dipilih dalam perannya masing-masing. Di bangku sebelah barat diduduki oleh 5 anak yang berperan sebagai Kepala Jaksa, Dandim, Kapolres, Ketua Pengadilan Negeri, dan Ketua Pengadilan Agama. Dan di meja bagian tengah diduduki oleh 5 anak yang berperan sebagai, Wakil Bupati, Bupati, Ketua DPRD, Wakil Ketua DPRD 1, dan Wakil Ketua DPRD 2. Kemudian di bangku sebelah timur diduduki oleh 2 anak yang berperan sebagai Sekretaris Daerah dan Sekretaris DPRD.

Gambar : Dapat hadiah doorprize dari DPRD pacitan

“Luar biasa dan terima kasih kami sampaikan untuk segenap keluarga besar DPRD Kab. Pacitan atas undangannya dan doorpricenya. Kami sangat mengapresiasi kegaitan semacam ini karena dapat membuka wawasan siswa mengenai sistem pemerintahan daerah dan tugas serta peran anggota DPRD”. terang Sri Hartati, M.Pd guru pendamping yang juga mengajar Mapel Bahasa Indonesia.

WOW! JAGOAN SPENSAPA RAIH PIALA TARKAM KEMENPORA

WOW! JAGOAN SPENSAPA RAIH PIALA TARKAM KEMENPORA

Gambar : Foto bersama para juara, Any Suprapno, S.Pd.,MM.Pd dan Andjar Subiyantoyo, S.Pd (kanan) setelah menerima tropi kejuaraan.

Spensapa (21/10/2023). Latihan demi latihan yang diikuti peserta didik yang tergabung dalam tim bulu tangkis Spensapa membuahkan hasil yang membanggakan. Sejak jumat (13/10) sampai dengan minggu (15/10) tim bulu tangkis kebanggaan sekolah ini bertarung dalam kejuaraan Piala Tarkam Kemenpora Tk. Kab. Pacitan. Pertandingan olah raga ini juga di agendakan di 32 Kabupaten seluruh Indonesia. Diprakarsai langsung dari Kemenpora melalui Disparpora Kabupaten terpilih diantaranya Kab. Pacitan.  “Sebetulnya ada tiga cabor yang dipertandingkan diantaranya, bola voli untuk tingkat SMA/SMK/MA, bulu tangkis SMP dan lari cepat 80 meter untuk SMP. Dan untuk Spensapa kita ikut bulu tangkis dan lari cepat 80 meter. Ada dua tim yang kita kerahkan, Tim A  dam Tim B untuk bulu tangkis dan 2 orang untuk lomba lari pa-pi” terang Yoyok panggilan akrab Andjar Subiyantoyo selaku Pembina cabor bulu tangkis Spensapa.

Kejuaraan bulu tangkis Tarkam  Kemenpora Kab. Pacitan dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya Lapangan bulu tangkis ds. Purwoasri, kec. Kebonagung dan lapangan bulu tangkis SMP Negeri 1 Kebonagung. Untuk pertandingan lari cepat 80 meter ditempatkan di GOR Pacitan. Pertandingan demi pertandingan dilalui dengan reli-reli panjang dan seru. Penonton dan Supporter bersorak riuh menyemangati tim kebanggaan mereka masing-masing. Petandingan yang menguras tenaga ini tak menyurutkan semangat Tim Spensapa hingga di akhir pertandingan. Di puncak pertandingan Tim A Spensapa berhasil meraih juara 1 untuk single putra, single putri, Ganda Campuran. Sementara Tim B harus puas pada posisi Juara 3 bersama.

Gambar : Juara 2 lari cepat 80 meter kelompok pa, Ananda Demian Bima Sakti

Lari cepat 80 meter, tak kalah membuat degub jantung berdebar. Setiap langkah lari menentukan juaranya. Sorak Supporter Spensapa riuh menyemangati jagoannya.” Di cabor lari cepat 80 meter, anak-anak kita sudah berusaha semaksimal mungkin, memberikan yang terbaik apa yang kita punya dan Alhamdulilah untuk lari cepat pa kita juara 2, Demian Bima Sakti dan pi juara 2, Mayzahra Andine Nursafa” kata Endarmoko, Pembina Tim cabor lari cepat 80 meter, jum’at (20/10/2023) pagi.

Gambar : Juara 2 Lari Cepat 80 meter Pi Ananda Mayzahra Andine Nursafa

“Alhamdulillah Wa Syukurilah, terima kasih untuk prestasi yang membanggakan sekolah, semua bertanding dengan  sangat bagus, terima kasih pelatih kita, pembina cabor dan tentunya supporter dari Spensapa, luar biasa terima kasih banyak. Suatu kebanggaan yang hakiki untuk Spensapa” terang Any Suprapno Kepala SMP Negeri 1 Pacitan, di sekolah, Jum’at (20/10/2023) pagi. Sementara Yoyok panggilan akrab Anjar Subiyantoyo berpesan kepada anak didiknya untuk tidak lengah atas prestasi yang didapat karena tantangan didepan semakin kuat. Kita harus terus berlatih dan berlatih. (P2t/Jur)

JAM MENGAJAR SEMESTER 1 TAPEL 2023/ 2024

Berikut Jadwal Mengajar Semester 1, SMP Negeri 1 Pacitan Tahun Pelajaran 2023/ 2024

SPENSAPA NGE-TRIP NAK BATU MALANG-JATIM

SPENSAPA NGE-TRIP NAK BATU MALANG-JATIM

Gambar : Siswa berfoto bersama di Florawisata santerra de laponte, Batu-Jatim

Spensapa (21 Mei 2023). Study tour adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk pergi ke suatu tempat yang dengan tujuan belajar sambil liburan. Ada juga yang berpendapat Study tour merupakan aktivitas yang dilakukan di luar sekolah untuk belajar dan mengetahui suatu proses secara langsung.

SMP Negeri 1 Pacitan memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk Studi tour ke arah timur, yup ke Batu – Malang. Berbagai persiapan sudah di rencanakan dengan rapi. Dari breafing siswa kelas VIII tentang tata tertib, peralatan yang dibawa hingga himbauan tata cara ibadah sholat agar siswa dapat Study tour namun ibadah sholat tetap terjaga. Tak luput dari persiapannya, sekolah juga menyediakan tim kesehatan siswa di mobil emergency selama wisata.

Berangkat dari 0km Kota Pacitan pada minggu (21/05/) pukul 21.30 WIB. Dengan sembilan bus pariwasata dengan kondisi ready, siswa kelas VIII Spensapa tiba di Batu, Jatim pada Senin (22/05) pukul 04.00 WIB dengan selamat. Dari yang sudah direncanakan sekolah, Studi tour ini dilaksanakan selama dua hari. Ada beberapa tempat wisata yang akan di kunjungi pada hari itu diantaranya adalah, Florawisata San Terra de La Fonte destinasi taman bunga yang menonjolkan kurang lebih 700 bunga yang merupakan bunga lokal dan impor.  Kemudian Jatim Park 1, merupakan tempat rekreasi yang memiliki konsep taman bermain yang dipadukan dengan taman edukasi. Museum Angkot, Museum yang mengoleksi kendaraan angkut mulai dari yang tradisional hingga modern. Perjalanan belum selesai, siswa dan guru pendamping beristirahat satu malam di Hotel Ciptaningati – Batu, Jatim. Di hari kedua, perjalanan Studi tour dilanjutkan di beberapa tempat wisata dan pusat perbelanjaan diantaranya, Selecta, Petik buah dan terakhir Lippo Mall Plaza. Perjalanan ke tempat wisata berakhir pada Selasa, (22/05) pukul 20.00 WIB dan dilanjutkan ke Kota 1001 Goa kita tercinta, Pacitan. Dan pada Rabu (23/05) pukul 03.40 WIB rombongan Study tour Spensapa tiba di SMP Negeri 1 pacitan dengan selamat. Alhamdulillah.

 

SPENSAPA GELAR PONDOK RAMADHAN 1444H BERTAJUK NGOPI DULU DISINI, APA ARTINYA? SIMAK YUK

SPENSAPA GELAR PONDOK RAMADHAN 1444H BERTAJUK NGOPI DULU DISINI, APA ARTINYA? SIMAK YUK

Gambar : Pembukaan Pondok Ramadhan oleh Kepala Sekolah, Any Suprapno, S.Pd.,MM

Spensapa (17/04/23), Spensapa gelar kegiatan Pondok Ramadhan 1444H, hal ini pernah disampaikan oleh pembina kesiswaan bagian kerohanian dan agama, Moch Ngusman, S.Ag. “kegiatan Pondok Ramadhan 1444H akan kita laksanakan pada pekan terakhir bulan ramadhan”. Baca Juga “Tarhib Ramadhan”. Kegiatan yang sarat makna ini dilaksanakan pada hari kamis (13/04) sampai dengan sabtu (15/04) dengan jadwal yang sudah disusun rapih oleh panitia Pondok Ramadhan sekolah. Baca Juga “Skedjul Ramadhan 1444 H”. Moch Ngusman, S.Pd kepada media mengatakan “Tema Pondok Ramadhan 1444 H Spensapa 2023, yaitu ngopi dulu disini, yang artinya ngobrol perkara iman dahulukan ilmu didik siswa sejak dini. Berharap dengan ini dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan tambahan kepada putra putri kami.  Khususnya dengan harapan apa yg diperoleh dari materi-materi yg disampaikan bapak dan ibu guru memberikan ilmu bermanfaat sehingga siswa paham terhadap agama atau ajaran islam yg harus dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar : ibu guru pembina pondok ramadhan dan siswa Sholat Dhuhur berjamaah

Teknis kegiatan pondok pesantren diagendakan 3 hari untuk semua tingkat. Edi Santoso, S.Pd selaku ketua panitia Pondok Ramdhan 1444H mengatakan, “Kita mengacu pada panduan yang dikeluarkan Dinas Pendidikan, jadi dalam panduan tersebut ada pilihan paket pesantren ramadhan a,b,c, dan dari pilihan itu kami selaku panitia memilih paket pesantren yg dapat memaksimal kegiatan tanpa diperlukan banyak hari”. Menurut Edi, sudah sesuai pedoman dan atas persetujuan kesepatan dari berbagai pihak, khususnya Kepala Sekolah dan panitia. Sehingga panitia memutuskan untuk skedjul Pondok Ramadhan Spensapa 1 hari per tingkat. Dengan jadwal dari pagi (pukul 07.00 WIB) sampai siang (pukul 12.00 WIB) sholat dhuhur berjamaah kemudian dilanjutkan sore hari (pukul 15.00 WIB) tausiah agama ,sholat magrib, berbuka bersama hingga sholat terawih dan tadarus alquran, (Pukul 21.00 WIB) pulang kerumah.

Gambar : Tadarus Al-Qur’an wajib diikuti semua siswa dan pembina pondok pesantren

“Alhamdulillah Pondok Ramadhan 1444 H tahun ini berbeda dengan tahun kemarin. Jika tahun kemarinkan pemerintah masih ketat dengan protokol kesehatannya. Jadi, masih dalam pandemi Covid-19, jadi kita vacum dari kegiatan seperti ini. Sekolah berharap dengan adanya kegiatan ini, ada sebuah peningkatan kualitas keimanan ataupun mutu dalam kehidupan sehari-hari siswa. Pernah kita mendatangkan pemateri dari pondok pesantren namun kali ini kita lebih memberdayakan bapak ibu guru sebagai pematerinya. Karena saya rasa tidak kalah kualitasnya”. Terang Anjar Subiyantoyo, S.Pd selaku Penanggung jawab teknis kegiatan.

Hubungi Kami

© 2022 SMPN 1 PACITAN